BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Jensen dan
Meckling (1976) mendefinisikan teori keagenan sebagai suatu kontrak dimana satu
orang atau lebih (principal) meminta
pihak lainnya (agent) untuk
melaksanakan sejumlah pekerjaan atas nama prinsipal yang melibatkan
pendelegasian beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Menurut
Hadiprajitno (2013) teori keagenan merupakan ranting yang diturunkan dari teori
ekonomi neoklasik Adam Smith.
Menurut Raharjo (2007), teori agensi terfokus pada
dua individu yaitu prinsipal dan agen. Prinsipal mendelegasikan responsibility decision making kepada
agen. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang-orang ekonomi yang
rasional yang semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi, tapi mereka
kesulitan membedakan penghargaan atas prefensi, kepercayaan, dan informasi.
Rahmawati (2008) mendefinisikan teori keagenan mengimplikasikan adanya asimetri
informasi antara manajer sebagai agen dengan pemilik yang dalam hal ini
merupakan pemegang saham/investor.
Oleh karena itu, auditor independen berperan sebagai
penengah agent dan principle
yang berbeda kepentingan. Auditor independen juga berfungsi untuk
mengurangi biaya agensi yang timbul dari perilaku mementingkan diri sendiri
oleh agen (manajer). Penugasan auditor di perusahaan klien merupakan bentuk
pengawasan atas kinerja manajemen selaku agen dari prinsipal di sebuah
perusahaan dengan adanya laporan audit yang dihasilkan oleh auditor. Laporan
tersebut dijadikan oleh prinsipal sebagai sumber informasi terpercaya untuk
mengevaluasi manajemen sebagai agen dan membuat rencana-rencana strategis
perusahaan kedepannya.
2. Teori Sinyal (Signalling Theory)
Signalling theory dikembangkan
dalam ilmu ekonomi dan keuangan yang menggunakan informasi yang asimetri antara
perusahaan dengan pihak luar karena manajemen lebih banyak tahu tentang prospek
perusahaan dan peluang masa depan dibandingkan pihak luar (investor). Asimetri
informasi akan terjadi jika manajemen tidak secara penuh menyampaikan semua
informasi yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan ke pasar modal. Asimetri
informasi perlu diminimalkan, sehingga perusahaan go public dapat
menginformasikan keadaan perusahaan secara transparan kepada investor
(Primadita, 2012)
Investor selalu membutuhkan informasi yang simetris
sebagai pemantauan dalam menanamkan dana pada suatu perusahaan. Jadi sangat
penting bagi perusahaan untuk memberikan informasi setiap rekening pada laporan
keuangan dimana merupakan sinyal untuk diinformasikan kepada investor maupun
calon investor (Subalno, 2009).
3. Asimetri Informasi
Laporan keuangan
dibuat dengan tujuan untuk digunakan oleh berbagai pihak, termasuk pihak
internal perusahaan itu sendiri. Pihak-pihak yang sebenarnya paling membutuhkan
laporan keuangan adalah para pengguna eksternal (pemegang saham, kreditor,
pemerintah, masyarakat) (Singgih dan Bawono, 2010). Pradnyani (2014)
menjelaskan bahwa para pengguna internal mengetahui peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada perusahaan, sedangkan pihak eksternal yang tidak berada di
perusahaan secara langsung, tidak mengetahui informasi tersebut sehingga
ketergantungan manajemen terhadap informasi akuntansi tidak sebesar para
pengguna eksternal.
Salah satu
kendala yang akan muncul antara agen dan prinsipal adalah adanya asimetri
informasi (Rahmawati, 2012). Asimetri informasi adalah suatu keadaan dimana
agen mempunyai informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dan prospek di
masa yang akan datang dibandingkan dengan prinsipal (Murni, 2009). Kondisi ini
memberikan kesempatan kepada agen menggunakan informasi yang diketahuinya untuk
memanipulasi pelaporan keuangan sebagai usaha untuk memaksimalkan kemakmurannya
(Pradnyani, 2014).
Scott (2009) dalam
Primadita (2012) mengelompokkan asimetri informasi ke dalam dua jenis, antara
lain :
a.
Adverse selection, yaitu jenis asimetri informasi dimana pihak-pihak yang melakukan
transaksi bisnis, atau transaksi potensial mempunyai informasi lebih dibanding
pihak-pihak lain.
Adverse selection terjadi
karena para manajer serta pihak internal lain biasanya mengetahui lebih banyak
tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan pihak luar. Dan mungkin
terdapat fakta-fakta yang dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh
prinsipal tersebut yang tidak disampaikan kepada prinsipal, sehingga muncul
bias dalam pemilihan untuk mendapatkan pilihan yang tepat. Jadi adverse
selection timbul akibat adanya informasi yang tersembunyi.
b.
Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak
seluruhnya diketahui oleh investor (pemegang saham dan kreditor), sehingga
manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang
melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak
dilakukan. Moral hazard adalah memanfaatkan ketidaktahuan pihak lain
untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan perjanjian awal yang akibatnya
merugikan pihak lain. Dalam hal ini, agen memanfaatkan ketidaktahuan prinsipal
untuk menyajikan suatu laporan yang tidak sesuai perjanjian awal atau standar
yang berlaku sehingga terjadilah moral hazard.
Estimasi akuntansi dapat dilakukan berdasarkan tiga
kategori utama (Wasilah, 2005), yaitu:
1.
Berdasarkan analyst forecast.
Metode ini dikembangkan berdasarkan pemikiran dari
Blackwell dan Dubins. Proksi yang digunakan adalah keakuratan analisis dalam
melakukan atas earning per share
(EPS) dan prediksi para analis sebagai ukuran asimetri informasi. Masalah yang
sering timbul dari perhitungan ini adalah para analis seringkali bersikap over-reacting terhadap informasi
negatif. Selain itu, penggunaan forecast
error sebagai cara menghitung informasi asimetri selalu tidak berhubungan
dengan tingkat resiko yang dihadapi oleh perusahaan melainkan mungkin
berhubungan dengan fluktuasi dari earning
dan bukan disebabkan oleh asimetri informasi yang lebih tinggi. Namun, Chung
(1995) dalam Wasilah (2005), berpendapat bahwa ada hubungan positif antara
pendapat dengan selisih harga bid-ask.
2.
Berdasarkan kesempatan berinvestasi.
Bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi
mempunyai kemampuan lebih baik untuk memprediksi arus kas pada periode
mendatang, prediksi tersebut berdasarkan aset perusahaan. Beberapa proksi yang
banyak digunakan adalah rasio market to
book value of equity, market to book
value of asset, price earning ratio.
Alasan penggunaan rasio tersebut adalah:
a)
Rasio market to book value dari
ekuitas dan aset, selain mencerminkan kinerja perusahaan, juga mencerminkan
potensi pertumbuhan perusahaan dengan aset yang dimilikinya. Market To Book Value atau Price Book Value merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur kinerja pasar saham terhadap nilai bukunya. Nilai buku
(book value per lembar saham)
menunjukkan aktiva bersih (net asset)
yang dimiliki oleh pemilik saham dengan memiliki satu lembar saham. Karena
aktiva bersih sama dengan total ekuitas dibagi dengan jumlah saham beredar.
Nilai pasar adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu
yang ditentukan oleh pelaku pasar. Nilai pasar ditentukan oleh permintaan dan
penawaran saham bersangkutan di pasar bursa.
Perusahaan yang berjalan dengan baik, umumnya nilai market to book value-nya mencapai di
atas satu, yang menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar daripada nilai
bukunya. Market to Book Value adalah
indikator yang digunakan untuk menilai kinerja perusahaan. Semakin besar rasio Price to Book Value, semakin tinggi
perusahaan dinilai oleh para pemodal (investor) relatif dibandingkan dengan
dana yang telah ditanamkan.
b)
Price earning ratio mencerminkan resiko dari pertumbuhan earning yang dihadapi perusahaan.
3.
Berdasarkan teori market
microstructure.
Yang menjadi perhatian luas dari teori ini adalah bagaimana harga dan
volume perdagangan dapat terbentuk, untuk melihat kedua faktor tersebut
terbentuk. Untuk melihat kedua faktor tersebut terbentuk melalui bid-ask spread yang menyatakan bahwa
terdapat suatu komponen spread yang
turut memberikan kontribusi kerugian yang dialami dealer (perusahaan) ketika melakukan transaksi dengan pedagang
terinformasi (informed traders). Bid-ask spread merupakan selisih harga
beli tertinggi dimana trader
(pemegang saham) bersedia membeli suatu saham dengan harga jual terendah dimana
trader bersedia menjual saham
tersebut.
4. Pengungkapan Sukarela
Menurut Nugrahani (2010)
pengungkapan sukarela adalah pengungkapan secara sukarela oleh perusahaan tanpa
diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Pengungkapan sukarela adalah
pengungkapan yang dapat dengan leluasa dilakukan perusahaan sesuai kepentingan
perusahaan yang dianggap relevan dan mendukung dalam pengambilan keputusan
ekonomi yang akan dilakukan oleh pengguna informasi tahunan (annual
report)
(Adhi, 2012).
Manajemen akan
mengungkapkan informasi secara sukarela bila manfaat yang diperoleh
pengungkapan informasi tersebut lebih besar dari biayanya. Pertimbangan
pengungkapan informasi yang didasarkan oleh faktor biaya dan manfaat karena
standar-standar akuntansi biasanya tidak mewajibkan pengungkapan yang maksimal.
Laporan tahunan bagi investor sebagai pihak utama
pengguna informasi merupakan media analisis dalam melakukan keputusan investasi
karena investasi merupakan kegiatan yang sangat berisiko dan penuh
ketidakpastian, maka pengungkapan sukarela laporan keuangan tahunan perusahaan
diharapkan mampu mengurangi keraguan para investor dalam melakukan kegiatan
investasi. Para investor sangat membutuhkan informasi mengenai kondisi
perusahaan yang dapat dipercaya, relevan, penuh dan transparan. Pengungkapan
sukarela yang memberikan informasi pendukung lain mengenai perusahaan
diharapkan mempermudah investor dalam melakukan analisis investasi kepada
perusahaan (Indriani, 2014).
Hendriksen dan Brenda
(2001), ada beberapa alasan yang menyebabkan perusahaan enggan melakukan
pengungkapan, yaitu sebagai berikut:
a.
Pengungkapan akan membantu para pesaing dan
merugikan pemegang saham.
b.
Pengungkapan yang lengkap akan memberikan
keuntungan kepada serikat pekerja dalam hal tawar menawar upah.
c.
Adanya keraguan terhadap kemampuan investor
dalam memahami kebijakan dan prosedur akuntansi sehingga full
disclosure
hanya akan menyesatkan.
d.
Tersedianya sumber-sumber informasi lain
selain laporan tahunan yang tersedia dengan biaya yang lebih mahal.
e.
Kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan
investor.
5. Audit Tenure
Audit
tenure adalah masa perikatan audit antara KAP dan klien
terkait jasa audit yang telah disepakati sebelumnya. Tenure biasanya
dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap independensi auditor. Hubungan yang
panjang antara KAP dan klien berpotensi untuk menimbulkan kedekatan antara mereka.
Hal tersebut dapat menghalangi independensi auditor.
Di
Indonesia, ketentuan mengenai audit tenure telah diatur dalam Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia (KMK) No. 423/KMK.06/2002 mengenai
pembatasan praktik Akuntan Publik, yang kemudian diubah menjadi 359/KMK.06/2003
mengenai “Jasa Akuntan Publik”, berisi tentang aturan lamanya pemberian jasa
audit umum oleh KAP atas laporan keuangan dari suatu entitas paling lama adalah
5 (lima tahun) buku berturut-turut dan oleh Akuntan Publik paling lama adalah 3
(tiga) tahun buku berturut-turut. Peraturan tersebut diperbaharui kembali dalam
Peraturan Menteri Keuangan No.17/PMK.01/2008 dengan mengubah batas lamanya
pemberian jasa audit oleh KAP dari 5 (lima) tahun buku berturut-turut menjadi 6
(enam) tahun buku berturut-turut.
Giri
(2010) menyatakan pihak yang mendukung kebijakan rotasi audit ini menyandarkan
pada dua argumen dasar, yaitu:
a.
Hubungan
kerjasama yang lama antara manajemen dengan auditor dapat menurunkan
independensi auditor, dan
b.
Kualitas dan kompetensi
kerja auditor cenderung menurun secara signifikan dari waktu ke waktu.
Sedangkan pihak yang
menolak kebijakan rotasi audit memiliki beberapa argumen diantaranya:
a. Kompleksitas dan ukuran perusahaan modern tidak
mendukung pelaksanaan audit jangka pendek.
b. Auditor tidak lagi berada pada posisi memperoleh
pengampunan dari manajemen.
c. Dengan pembatasan rotasi audit, KAP diragukan
memiliki pengetahuan yang cukup mendalam mengenai bisnis perusahaan, dan
d. Timbulnya tambahan kos audit bagi klien dan juga
bagi akuntan publik.
Hal ini semakin dipertegas
dengan perbedaan penelitian mengenai audit tenure terhadap asimetri
informasi dimana Wakum dan Wisadha et al. (2014) serta Primadita (2012)
menyatakan bahwa audit tenure memiiki pengaruh negatif terhadap asimetri
informasi. Sementara Almutairi (2009) serta Hakim dan Omri (2010) menyatakan
hal yang sebaliknya, yaitu audit tenure berpengaruh positif terhadap
asimetri informasi.
6. Auditor Spesialis
Setiap industri sangat besar kemungkinan memiliki
perbedaan sifat bisnis, prinsip akuntansi, sistem akuntansi, dan peraturan
perpajakan yang berbeda satu sama lainnya. Oleh karena itu, seorang auditor
harus memiliki pengetahuan mengenai jenis industri klien, bukan hanya memiliki
pengetahuan mengenai audit dan akuntansi saja.
Auditor spesialis adalah auditor yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan mengaudit klien dengan industri yang sama. Auditor
dengan klien dalam industri yang sama akan memiliki pemahaman yang lebih
mengenai resiko audit khusus pada industri sehingga dapat memahami
karakteristik perusahaan dengan lebih komprehensif (Habib dan Bhuiyan, 2011).
Terdapat empat faktor penentu tingkat kematangan
auditor spesialis menurut Bonner (1990) dalam Primadita (2012), yaitu :
a.
Pemahaman atas pengetahuan umum mengenai akuntansi dan audit yang
diperoleh dari pelatihan secara formal maupun pengalaman auditor.
b. Pemahaman yang lebih detail atas klien dan industri
tempat klien beroperasi berupa karakteristik perusahaan-perusahaan dalam
industri tersebut.
c. Pemahaman atas bisnis mengenai sifat dasar, kondisi,
tren ataupun siklus yang berlaku dalam lingkungan bisnis secara umum.
d. Kemampuan memecahkan masalah dengan memahami
hubungan timbal balik dan kemampuan analitis.
Profesi auditor berfungsi
sebagai pihak ketiga yang independen dalam memberikan kepastian berupa opini
terhadap integritas angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan
perusahaan. Ketika auditor menangani perusahaan-perusahaan dalam industri yang
sama maka pengetahuan dan pemahaman auditor bertambah dan jauh lebih baik
mengenai internal kontrol perusahaan, resiko bisnis, dan resiko audit pada
perusahaan tersebut. Dapat dikatakan bahwa auditor spesialis memiliki kemampuan
dan pengetahuan yang memadai dibanding auditor yang tidak memiliki kemampuan
spesialis (Wahyuni dan Fitriany, 2012).
7. Komite Audit
Komite audit adalah suatu komite yang beranggotakan
satu atau lebih anggota dewan komisaris. Anggota komite audit dapat berasal
dari kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman dan kualitas lainnya
yang dibutuhkan guna mencapai tujuan komite audit. Komite audit harus bebas
dari pengaruh direksi, eksternal auditor dan hanya bertanggung jawab kepada
dewan komisaris.
Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) mendefinisikan
komite audit sebagai berikut:
”suatu komite yang bekerja secara profesional dan independen yang
dibentuk oleh dewan komisaris dan, dengan demikian, tugasnya adalah membantu
dan memperkuat fungsi dewan komisaris (atau dewan pengawas) dalam melakukan
fungsi pengawasan (oversight) atas proses pelaporan keuangan, manajemen
resiko, pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate governance di
perusahaan-perusahaan.”
Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia
(2016), pengertian komite audit adalah:
“komite yang menerima delegasi tugas-tugas dewan komisaris karena
pendelegasian wewenang tersebut akan bermanfaat dalam pelaksanaan pekerjaan
dewan komisaris secara rinci dengan memusatkan perhatian dewan komisaris kepada
bidang khusus perusahaan atau pelaksanaan good
corporate governance oleh manajemen”
Komite audit timbul sebagai akibat peran pengawasan
dan akuntabilitas dewan komisaris perusahaan pada umumnya belum memadai. Komite
audit ini dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan pemeriksaan atau
penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam
melaksanakan pengelolaan perusahaan serta melaksanakan tugas penting berkaitan
dengan sistem pelaporan keuangan. Anggota komite audit diharuskan memiliki
keahlian yang memadai. Komite audit ini memiliki kewenangan dan fasilitas untuk
mengakses data perusahaan.
B. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
Berikut tabel 2.1 yang menunjukkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian ini.
Tabel 2. 1 Penelitian
Terdahulu
No.
|
Peneliti
(Tahun)
|
Judul
Penelitian
|
Metode
Penelitian
|
Hasil
Penelitian
|
||
Persamaan
|
Perbedaan
|
Metode
Analisis
|
||||
1.
|
Alexander
Aji Suseno Wakum, dan I Gede Suparta Wisadha (2014)
|
Pengaruh
Audit Tenure pada Asimetri
Informasi dengan Moderasi Komite Audit
|
Variabel
Audit Tenure, Komite Audit, dan
Asimetri Informasi
|
Objek
Penelitian, Variabel Pengungkapan Sukarela, Auditor Spesialis
|
Moderated Regression Analysis (MRA)
|
Audit tenure memiliki
pengaruh negatif pada asimetri informasi, sementara keberadaan komite audit
terbukti mampu memperlemah pengaruh negatif audit tenure pada asimetri informasi.
|
2.
|
Dariush
Bahmani (2014)
|
The Relation between Disclosure
Quality and Information
|
Variabel
Pengungkapan, Asimetri Informasi
|
Objek
Penelitian, Variabel Audit Tenure,
Auditor Spesialis, Komite Audit
|
Multiple Regression Analysis
|
Pengungkapan
informasi keuangan yang terpercaya dan ketepatan waktu penyampaian dapat
mengurangi asimetri informasi dalam kualitas laba.
|
3.
|
Siska
Aprianti, Sri Hartaty, dan Indra Satriawan (2014)
|
Pengaruh
Tata Kelola Perusahaan terhadap
|
Objek
Penelitian, Variabel
|
Variabel
Audit Tenure, Auditor
|
Regresi
Linier Berganda
|
Tata kelola perusahaan yang terdiri dari komposisi
dewan komisaris independen, komite
|
Bersambung ke halaman
selanjutnya
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No.
|
Peneliti (Tahun)
|
Judul
Penelitian
|
Metode
Penelitian
|
Hasil
Penelitian
|
||
Persamaan
|
Perbedaan
|
Metode
Analisis
|
||||
Pengungkapan
Sukarela Laporan Tahunan
|
Pengungkapan
Sukarela, Proksi Komite Audit dalam Tata Kelola Perusahaan
|
Spesialis,
Asimetri Informasi
|
audit,
dan kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh terhadap pengungkapan
sukarela laporan tahunan perusahaan.
|
|||
4.
|
Chirapol
Chiyachantana, Neeranuch Nuengwang, Nareerat Taechapiroontong, Pakpoon
Thanarung (2013)
|
The Effect of Information Disclosure
on Information Asymmetry
|
Variabel
Pengungkapan, Asimetri Informasi
|
Objek
Penelitian, Variabel Audit Tenure,
Auditor Spesialis,
|
Ordinary Least Square (OLS) Regression,
dan Two-stage Least Square (2SLS)
Regression
|
Bukti-bukti
mendukung peningkatan gagasan untuk pengungkapan, dimana peningkatan
pengungkapan perusahaan dan transparansi mengurangi asimetri informasi antara
pemberi dan pengguna informasi.
|
5.
|
Erna
Wati Indriani (2013)
|
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Luas Pengungkapan Sukarela dan Implikasinya terhadap Asimetri
Informasi
|
Variabel
Pengungkapan Sukarela, Asimetri Informasi
|
Objek
Penelitian, Variabel Audit Tenure,
Auditor Spesialis, Komite Audit
|
Regresi
Linier Berganda, dan Regresi Linier Sederhana
|
Porsi
kepemilikan saham publik berpengaruh positif, likuiditas perusahaan
berpengaruh negatif, umur listing
dan ukuran KAP tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan sukarela.
Sementara luas
|
Bersambung ke halaman
selanjutnya
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No.
|
Peneliti
(Tahun)
|
Judul
Penelitian
|
Metode
Penelitian
|
Hasil Penelitian
|
||
Persamaan
|
Perbedaan
|
Metode
Analisis
|
||||
pengungkapan
sukarela berpengaruh negatif terhadap asimetri informasi.
|
||||||
6.
|
Idriis
Varici (2013)
|
The Relationship between Information
Asymmetry and the Quality of Audit
|
Variabel
Asimetri Informasi
|
Objek
Penelitian, Variabel Pengungkapan Suakrela, Audit Tenure, Auditor Spesialis, dan Komite Audit
|
Mann-Whitney
U test
|
Kualitas
audit memiliki pengaruh negaitf terhadap asimetri informasi.
|
7.
|
Indria
Primadita dan Fitriany (2012)
|
Pengaruh
Audit Tenure dan Auditor Spesialis
terhadap Asimetri Informasi
|
Objek
Penelitian, Variabel Audit Tenure,
Auditor Spesialis, dan Asimetri Informasi
|
Variabel
Pengungkapan Sukarela, Komite Audit
|
Regresi
Linier Berganda
|
Terdapat
hubungan kaudratik antara audit tenure
dan asimetri informasi. Sedangkan auditor spesialis berpengaruh negatif pada
asimetri informasi.
|
8.
|
Faten
Hakim dan Mohamed Ali
|
Quality of the External Auditor,
|
Variabel
Audit Tenure, dan
|
Objek
Penelitian,
|
Multiple Regression
|
Audit tenure berpengaruh
positif terhadap asimetri
|
Bersambung ke halaman
selanjutnya
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No.
|
Peneliti
(Tahun)
|
Judul
Penelitian
|
Metode
Penelitian
|
Hasil
Penelitian
|
||
Persamaan
|
Perbedaan
|
Metode
Analisis
|
||||
Omri
(2010)
|
Information Asymmetry, and bid-ask
spread
|
Asimetri
Informasi
|
Variabel
Pengungkapan Sukarela, Auditor Spesialis, Komite Audit
|
analysis
|
informasi.
Nilai bid-ask spread akan bertambah
seiring bertambahnya tenure pada
klien non-spesialis dan klien non-Big
4.
|
|
9.
|
Ali
R. Almutairi, Kimberly A. Dunn, dan Terrance Skantz (2009)
|
Audit Tenure, Auditor Specialization,
and Information Asymmetry
|
Variabel
Audit Tenure, Auditor Spesialis,
dan Asimetri Informasi
|
Objek
Penelitian, Variabel Pengungkapan Sukarela, dan Komite Audit
|
Multiple Regression Analysis
|
Adanya
hubungan kuadratik (U-shaped) audit tenure dan asimetri informasi.
Selain itu, terjadi penurunan peluang terjadinya private information pada perusahaan yang diaudit oleh auditor
spesialis.
|
10.
|
Meliana
Bernardi, Sutrisno, dan Prihat Asih (2009)
|
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Pengungkapan dan Implikasinya terhadap Asimetri Informasi
|
Variabel
Pengungkapan Sukarela, Asimetri Informasi
|
Variabel
Audit Tenure, Auditor Spesialis,
dan Komite Audit
|
Regresi
Linier Berganda, dan Regresi Linier Sederhana
|
Karakteristik
yang berpengaruh positif hanya ukuran perusahaan. Semakin besar luas
pengungkapan sukarela maka semakin kecil asimetri informasi.
|
Sumber: Diolah dari
berbagai referensi
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan dalam gambar 2.1.
Gambar 2. 1 Skema Kerangka
Pemikiran
D. Perumusan Hipotesis Variabel
1. Pengaruh Pengungkapan Sukarela terhadap Asimetri Informasi
Informasi yang tersedia dalam laporan keuangan harus
dapat diandalkan dan tidak memiliki kesalahan yang dapat menyebabkan
pengambilan keputusan yang salah (Bahmani, 2014). Oleh karena itu, pengungkapan
dibutuhkan untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi yang terjadi karena
adanya kepentingan manajemen yang berusaha menyembunyikan informasi agar dapat
melakukan manipulasi yang menguntungkan (Pradnyani, 2014).
Semakin
luas pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan maka semakin kecil
asimetri informasi yang terjadi antara perusahaan dan investor (Mardiyah, 2002;
Murni, 2004; Benardi, 2009; Indriani, 2013). Hal ini semakin mengungkapkan
bahwa pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan dapat berpengaruh
terhadap asimetri informasi.
Berdasarkan
hal tersebut, hipotesis yang dibuat dalam penelitian ini adalah:
H1: Pengungkapan Sukarela berpengaruh
terhadap Asimetri Informasi
2. Pengaruh Audit Tenure terhadap Asimetri Informasi
Peraturan Menteri Keuangan No. 17 tahun 2008
menjelaskan mengenai pembatasan audit
tenure di Indonesia, sehingga
diberlakukan regulasi mengenai rotasi KAP. Dengan adanya regulasi tersebut, KAP
melakukan rotasi penugasan dan harus mempersiapkan auditor untuk penugasan ke
klien baru. Menurut Agoes (2012), tugas auditor adalah untuk menentukan apakah
representasi (asersi) yang tersaji dalam laporan keuangan yang diperiksa
betul-betul wajar; maksudnya, untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara
asersi tersebut dengan kriteria yang ditetapkan. Sementara, di awal penugasan
dengan objek audit yang baru, KAP tentunya lebih memerlukan waktu terhadap
pemahaman objek bisnis kliennya sedangkan jangka waktu penugasan relatif
terbatas.
Wakum dan Wisadha (2014) menjelaskan bahwa beberapa
perusahaan cenderung memberikan informasi awal mengenai kondisi perusahaan dan
hal inilah yang menyebabkan asimetri informasi akan tinggi di awal perikatan
audit. Penelitian ini sekaligus memperkuat penelitian Primadita (2012) yang
menyatakan awal perikatan audit merupakan waktu yang rentan terjadi asimetri
informasi. Sementara Almutairi (2009), serta Hakim dan Omri (2010) menjelaskan
bahwa semakin lama perikatan audit maka akan semakin tinggi tingkat asimetri
informasi. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang dapat disusun adalah:
H2: Audit
Tenure berpengaruh terhadap Asimetri Informasi
3. Pengaruh Auditor Spesialis terhadap Asimetri Informasi
Seorang auditor spesialis biasanya lebih sedikit
melakukan kesalahan dibandingkan dengan auditor non spesialis. Sehingga auditor
spesialisasi industri memiliki pengaruh positif terhadap kinerja seorang
auditor.
Boone (2012) dalam Primadita (2012) berpendapat
bahwa dengan semakin besar akrual akuntansi yang terjadi dalam sebuah
perusahaan maka perusahaan mempunyai agency
cost yang besar pula sehingga menyebabkan kebutuhan
akan jasa audit yang berkualitas semakin tinggi, untuk mengurangi asimetri
informasi yang disebabkan oleh akrual tersebut. Hal ini semakin memperkuat
kebutuhan akan auditor spesialis, dimana perusahaan yang melibatkan jasa
auditor spesialis secara signifikan lebih rendah manajemen labanya dibandingkan
perusahaan yang menggunakan jasa auditor non spesialis (Rusmin, 2010).
Laporan keuangan yang diaudit oleh auditor
spesialis akan lebih akurat karena auditor spesialis akan mendeteksinya error, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja,
sehingga akurasi dari laporan keuangan dapat diandalkan. Primadita (2012)
mengungkapkan bahwa auditor spesialis akan lebih dapat mengurangi nilai
asimetri informasi dalam laporan keuangan. Penelitian Primadita ini menguatkan
hasil penelitian dari Almutairi (2009) yang mengungkapkan bahwa laporan
keuangan yang diaudit oleh auditor spesialis akan semakin berkurang asimetri
informasinya dikarenakan kualitas audit yang semakin meningkat.
Semakin akurat laporan keuangan maka diindikasikan
akan semakin memudahkan para pengguna laporan keuangan untuk mengambil
keputusan. Oleh karena itu, hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut:
H3: Auditor Spesialis berpengaruh terhadap Asimetri
Informasi
4. Pengaruh Pengungkapan Sukarela terhadap Asimetri Informasi dengan Moderasi Komite Audit
Pengungkapan
sukarela memiliki kemampuan untuk dapat mempengaruhi asimetri informasi. Hal
ini karena pengungkapan tersebut merupakan bukti penyampaian informasi yang
dilakukan oleh manajemen. Namun dalam penyampaian informasi yang dilakukan
melalui pengungkapan sukarela tersebut masih terdapat kemungkinan adanya
pengungkapan yang tidak berdasar dengan fakta yang ada (Baroko, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh
Baroko (2007) membuktikan adanya hubungan positif antara komite audit dengan
pengungkapan sukarela. Dengan demikian, dapat diindikasikan bahwa komite audit
mampu memoderasi pengaruh yang terjadi antara pengungkapan sukarela terhadap
asimetri informasi. Oleh karena itu, hipotesis yang diajukan adalah:
H4: Komite Audit mampu
memoderasi Hubungan antara Pengungkapan
Sukarela dengan Asimetri Informasi
5. Pengaruh Audit Tenure terhadap Asimetri Informasi dengan Moderasi Komite Audit
Aspek
lain mengenai kecurangan laporan keuangan adalah mengenai mekanisme penerapan good
corporate governance dalam perusahaan itu sendiri. Penelitian yang
dilakukan oleh Kusumawati dan Riyanto (2005) dalam Wulandari (2009) melihat
mekanisme corporate governance memiliki fungsi service dan control
yang dapat memberikan suatu sinyal kepada para investor bahwa perusahaan telah
dikelola sebagaimana mestinya (sinyal positif). Dengan demikian dapat
diindikasikan bahwa rendahnya asimetri informasi antara manajemen dan investor
dapat dipengaruhi oleh sinyal positif tersebut.
Penelitian ini menggunakan variabel
komite audit untuk mewakili aspek GCG. Wulandari (2009) menjelaskan bahwa
dengan adanya asimetri informasi antara agen dan prinsipal dapat menimbulkan
sikap oportunitis para manajer. Perusahaan yang memiliki komite audit harus
mampu menyediakan informasi yang andal dan akurat serta diarahkan untuk mampu
mengurangi tindakan oportunistik manajer (Wakum dan Wisadha, 2014). Dengan
demikian dapat diindikasikan bahwa keberadaan komite audit mampu memoderasi
hubungan antara audit tenure dengan
asimetri informasi. Maka hipotesis yang diajukan adalah:
H5:
Komite Audit mampu memoderasi Hubungan antara Audit Tenure dengan Asimetri Informasi
6. Pengaruh Auditor Spesialis terhadap Asimetri Informasi dengan Moderasi Komite Audit
Perusahaan
yang menggunakan jasa auditor spesialis dalam mengaudit perusahaannya dan
didukung oleh komite audit yang menjalankan tugasnya dengan baik, diindikasikan
dapat memperkecil terjadinya asimetri informasi. Komite audit yang aktif
menjalankan perannya dalam memantau pekerjaan auditor, dapat menegur auditor
spesialis jika auditor tidak melakukan audit sesuai dengan perencanaan audit
(Fitriany, 2011). Komite audit yang aktif memantau pekerjaan auditor spesialis,
dapat mengetahui apakah auditor spesialis melakukan audit sesuai dengan standar
yang berlaku.
Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa komite audit mampu memoderasi hubungan antara auditor spesialis dengan
asimetri informasi. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang disusun adalah:
H6: Komite
Audit mampu memoderasi Hubungan antara Auditor Spesialis dengan Asimetri
Informasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran dan kritik berbeda dengan komentar menjatuhkan. Sikapi dengan bijak