Cool Blue Outer Glow Pointer

Selasa, 13 Februari 2018

PENGARUH PENGUNGKAPAN SUKARELA, AUDIT TENURE DAN AUDITOR SPESIALIS TERHADAP ASIMETRI INFORMASI DENGAN KOMITE AUDIT SEBAGAI VARIABEL MODERASI


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


A.    Tinjauan Teori

1.      Teori Keagenan (Agency Theory)

 Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan teori keagenan sebagai suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) meminta pihak lainnya (agent) untuk melaksanakan sejumlah pekerjaan atas nama prinsipal yang melibatkan pendelegasian beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Menurut Hadiprajitno (2013) teori keagenan merupakan ranting yang diturunkan dari teori ekonomi neoklasik Adam Smith.
Menurut Raharjo (2007), teori agensi terfokus pada dua individu yaitu prinsipal dan agen. Prinsipal mendelegasikan responsibility decision making kepada agen. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang-orang ekonomi yang rasional yang semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi, tapi mereka kesulitan membedakan penghargaan atas prefensi, kepercayaan, dan informasi. Rahmawati (2008) mendefinisikan teori keagenan mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dengan pemilik yang dalam hal ini merupakan pemegang saham/investor.
Oleh karena itu, auditor independen berperan sebagai penengah agent dan principle yang berbeda kepentingan. Auditor independen juga berfungsi untuk mengurangi biaya agensi yang timbul dari perilaku mementingkan diri sendiri oleh agen (manajer). Penugasan auditor di perusahaan klien merupakan bentuk pengawasan atas kinerja manajemen selaku agen dari prinsipal di sebuah perusahaan dengan adanya laporan audit yang dihasilkan oleh auditor. Laporan tersebut dijadikan oleh prinsipal sebagai sumber informasi terpercaya untuk mengevaluasi manajemen sebagai agen dan membuat rencana-rencana strategis perusahaan kedepannya.

2.      Teori Sinyal (Signalling Theory)

Signalling theory dikembangkan dalam ilmu ekonomi dan keuangan yang menggunakan informasi yang asimetri antara perusahaan dengan pihak luar karena manajemen lebih banyak tahu tentang prospek perusahaan dan peluang masa depan dibandingkan pihak luar (investor). Asimetri informasi akan terjadi jika manajemen tidak secara penuh menyampaikan semua informasi yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan ke pasar modal. Asimetri informasi perlu diminimalkan, sehingga perusahaan go public dapat menginformasikan keadaan perusahaan secara transparan kepada investor (Primadita, 2012)
Investor selalu membutuhkan informasi yang simetris sebagai pemantauan dalam menanamkan dana pada suatu perusahaan. Jadi sangat penting bagi perusahaan untuk memberikan informasi setiap rekening pada laporan keuangan dimana merupakan sinyal untuk diinformasikan kepada investor maupun calon investor (Subalno, 2009).

3.      Asimetri Informasi

Laporan keuangan dibuat dengan tujuan untuk digunakan oleh berbagai pihak, termasuk pihak internal perusahaan itu sendiri. Pihak-pihak yang sebenarnya paling membutuhkan laporan keuangan adalah para pengguna eksternal (pemegang saham, kreditor, pemerintah, masyarakat) (Singgih dan Bawono, 2010). Pradnyani (2014) menjelaskan bahwa para pengguna internal mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi pada perusahaan, sedangkan pihak eksternal yang tidak berada di perusahaan secara langsung, tidak mengetahui informasi tersebut sehingga ketergantungan manajemen terhadap informasi akuntansi tidak sebesar para pengguna eksternal.
Salah satu kendala yang akan muncul antara agen dan prinsipal adalah adanya asimetri informasi (Rahmawati, 2012). Asimetri informasi adalah suatu keadaan dimana agen mempunyai informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dan prospek di masa yang akan datang dibandingkan dengan prinsipal (Murni, 2009). Kondisi ini memberikan kesempatan kepada agen menggunakan informasi yang diketahuinya untuk memanipulasi pelaporan keuangan sebagai usaha untuk memaksimalkan kemakmurannya (Pradnyani, 2014).
Scott (2009) dalam Primadita (2012) mengelompokkan asimetri informasi ke dalam dua jenis, antara lain :
a.      Adverse selection, yaitu jenis asimetri informasi dimana pihak-pihak yang melakukan transaksi bisnis, atau transaksi potensial mempunyai informasi lebih dibanding pihak-pihak lain.
Adverse selection terjadi karena para manajer serta pihak internal lain biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan pihak luar. Dan mungkin terdapat fakta-fakta yang dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh prinsipal tersebut yang tidak disampaikan kepada prinsipal, sehingga muncul bias dalam pemilihan untuk mendapatkan pilihan yang tepat. Jadi adverse selection timbul akibat adanya informasi yang tersembunyi.
b.      Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh investor (pemegang saham dan kreditor), sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Moral hazard adalah memanfaatkan ketidaktahuan pihak lain untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan perjanjian awal yang akibatnya merugikan pihak lain. Dalam hal ini, agen memanfaatkan ketidaktahuan prinsipal untuk menyajikan suatu laporan yang tidak sesuai perjanjian awal atau standar yang berlaku sehingga terjadilah moral hazard.
Estimasi akuntansi dapat dilakukan berdasarkan tiga kategori utama (Wasilah, 2005), yaitu:
1.      Berdasarkan analyst forecast.
Metode ini dikembangkan berdasarkan pemikiran dari Blackwell dan Dubins. Proksi yang digunakan adalah keakuratan analisis dalam melakukan atas earning per share (EPS) dan prediksi para analis sebagai ukuran asimetri informasi. Masalah yang sering timbul dari perhitungan ini adalah para analis seringkali bersikap over-reacting terhadap informasi negatif. Selain itu, penggunaan forecast error sebagai cara menghitung informasi asimetri selalu tidak berhubungan dengan tingkat resiko yang dihadapi oleh perusahaan melainkan mungkin berhubungan dengan fluktuasi dari earning dan bukan disebabkan oleh asimetri informasi yang lebih tinggi. Namun, Chung (1995) dalam Wasilah (2005), berpendapat bahwa ada hubungan positif antara pendapat dengan selisih harga bid-ask.
2.      Berdasarkan kesempatan berinvestasi.
Bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi mempunyai kemampuan lebih baik untuk memprediksi arus kas pada periode mendatang, prediksi tersebut berdasarkan aset perusahaan. Beberapa proksi yang banyak digunakan adalah rasio market to book value of equity, market to book value of asset, price earning ratio.
Alasan penggunaan rasio tersebut adalah:
a)    Rasio market to book value dari ekuitas dan aset, selain mencerminkan kinerja perusahaan, juga mencerminkan potensi pertumbuhan perusahaan dengan aset yang dimilikinya. Market To Book Value atau Price Book Value merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja pasar saham terhadap nilai bukunya. Nilai buku (book value per lembar saham) menunjukkan aktiva bersih (net asset) yang dimiliki oleh pemilik saham dengan memiliki satu lembar saham. Karena aktiva bersih sama dengan total ekuitas dibagi dengan jumlah saham beredar. Nilai pasar adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar. Nilai pasar ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham bersangkutan di pasar bursa.
Perusahaan yang berjalan dengan baik, umumnya nilai market to book value-nya mencapai di atas satu, yang menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar daripada nilai bukunya. Market to Book Value adalah indikator yang digunakan untuk menilai kinerja perusahaan. Semakin besar rasio Price to Book Value, semakin tinggi perusahaan dinilai oleh para pemodal (investor) relatif dibandingkan dengan dana yang telah ditanamkan.
b)   Price earning ratio mencerminkan resiko dari pertumbuhan earning yang dihadapi perusahaan.
3.      Berdasarkan teori market microstructure.
Yang menjadi perhatian luas dari teori ini adalah bagaimana harga dan volume perdagangan dapat terbentuk, untuk melihat kedua faktor tersebut terbentuk. Untuk melihat kedua faktor tersebut terbentuk melalui bid-ask spread yang menyatakan bahwa terdapat suatu komponen spread yang turut memberikan kontribusi kerugian yang dialami dealer (perusahaan) ketika melakukan transaksi dengan pedagang terinformasi (informed traders). Bid-ask spread merupakan selisih harga beli tertinggi dimana trader (pemegang saham) bersedia membeli suatu saham dengan harga jual terendah dimana trader bersedia menjual saham tersebut.

4.      Pengungkapan Sukarela

Menurut Nugrahani (2010) pengungkapan sukarela adalah pengungkapan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yang dapat dengan leluasa dilakukan perusahaan sesuai kepentingan perusahaan yang dianggap relevan dan mendukung dalam pengambilan keputusan ekonomi yang akan dilakukan oleh pengguna informasi tahunan (annual report) (Adhi, 2012).
Manajemen akan mengungkapkan informasi secara sukarela bila manfaat yang diperoleh pengungkapan informasi tersebut lebih besar dari biayanya. Pertimbangan pengungkapan informasi yang didasarkan oleh faktor biaya dan manfaat karena standar-standar akuntansi biasanya tidak mewajibkan pengungkapan yang maksimal.
Laporan tahunan bagi investor sebagai pihak utama pengguna informasi merupakan media analisis dalam melakukan keputusan investasi karena investasi merupakan kegiatan yang sangat berisiko dan penuh ketidakpastian, maka pengungkapan sukarela laporan keuangan tahunan perusahaan diharapkan mampu mengurangi keraguan para investor dalam melakukan kegiatan investasi. Para investor sangat membutuhkan informasi mengenai kondisi perusahaan yang dapat dipercaya, relevan, penuh dan transparan. Pengungkapan sukarela yang memberikan informasi pendukung lain mengenai perusahaan diharapkan mempermudah investor dalam melakukan analisis investasi kepada perusahaan (Indriani, 2014).
Hendriksen dan Brenda (2001), ada beberapa alasan yang menyebabkan perusahaan enggan melakukan pengungkapan, yaitu sebagai berikut:
a.         Pengungkapan akan membantu para pesaing dan merugikan pemegang saham.
b.         Pengungkapan yang lengkap akan memberikan keuntungan kepada serikat pekerja dalam hal tawar menawar upah.
c.         Adanya keraguan terhadap kemampuan investor dalam memahami kebijakan dan prosedur akuntansi sehingga full disclosure hanya akan menyesatkan.
d.        Tersedianya sumber-sumber informasi lain selain laporan tahunan yang tersedia dengan biaya yang lebih mahal.
e.         Kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan investor.

5.      Audit Tenure

Audit tenure adalah masa perikatan audit antara KAP dan klien terkait jasa audit yang telah disepakati sebelumnya. Tenure biasanya dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap independensi auditor. Hubungan yang panjang antara KAP dan klien berpotensi untuk menimbulkan kedekatan antara mereka. Hal tersebut dapat menghalangi independensi auditor.
Di Indonesia, ketentuan mengenai audit tenure telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia (KMK) No. 423/KMK.06/2002 mengenai pembatasan praktik Akuntan Publik, yang kemudian diubah menjadi 359/KMK.06/2003 mengenai “Jasa Akuntan Publik”, berisi tentang aturan lamanya pemberian jasa audit umum oleh KAP atas laporan keuangan dari suatu entitas paling lama adalah 5 (lima tahun) buku berturut-turut dan oleh Akuntan Publik paling lama adalah 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Peraturan tersebut diperbaharui kembali dalam Peraturan Menteri Keuangan No.17/PMK.01/2008 dengan mengubah batas lamanya pemberian jasa audit oleh KAP dari 5 (lima) tahun buku berturut-turut menjadi 6 (enam) tahun buku berturut-turut.
Giri (2010) menyatakan pihak yang mendukung kebijakan rotasi audit ini menyandarkan pada dua argumen dasar, yaitu:
a.         Hubungan kerjasama yang lama antara manajemen dengan auditor dapat menurunkan independensi auditor, dan
b.         Kualitas dan kompetensi kerja auditor cenderung menurun secara signifikan dari waktu ke waktu.
Sedangkan pihak yang menolak kebijakan rotasi audit memiliki beberapa argumen diantaranya:
a.       Kompleksitas dan ukuran perusahaan modern tidak mendukung pelaksanaan audit jangka pendek.
b.      Auditor tidak lagi berada pada posisi memperoleh pengampunan dari manajemen.
c.       Dengan pembatasan rotasi audit, KAP diragukan memiliki pengetahuan yang cukup mendalam mengenai bisnis perusahaan, dan
d.      Timbulnya tambahan kos audit bagi klien dan juga bagi akuntan publik.
Hal ini semakin dipertegas dengan perbedaan penelitian mengenai audit tenure terhadap asimetri informasi dimana Wakum dan Wisadha et al. (2014) serta Primadita (2012) menyatakan bahwa audit tenure memiiki pengaruh negatif terhadap asimetri informasi. Sementara Almutairi (2009) serta Hakim dan Omri (2010) menyatakan hal yang sebaliknya, yaitu audit tenure berpengaruh positif terhadap asimetri informasi.

6.      Auditor Spesialis

Setiap industri sangat besar kemungkinan memiliki perbedaan sifat bisnis, prinsip akuntansi, sistem akuntansi, dan peraturan perpajakan yang berbeda satu sama lainnya. Oleh karena itu, seorang auditor harus memiliki pengetahuan mengenai jenis industri klien, bukan hanya memiliki pengetahuan mengenai audit dan akuntansi saja.
Auditor spesialis adalah auditor yang memiliki pengalaman dan pengetahuan mengaudit klien dengan industri yang sama. Auditor dengan klien dalam industri yang sama akan memiliki pemahaman yang lebih mengenai resiko audit khusus pada industri sehingga dapat memahami karakteristik perusahaan dengan lebih komprehensif (Habib dan Bhuiyan, 2011).
Terdapat empat faktor penentu tingkat kematangan auditor spesialis menurut Bonner (1990) dalam Primadita (2012), yaitu :
a.         Pemahaman atas pengetahuan umum mengenai akuntansi dan audit yang diperoleh dari pelatihan secara formal maupun pengalaman auditor.
b.      Pemahaman yang lebih detail atas klien dan industri tempat klien beroperasi berupa karakteristik perusahaan-perusahaan dalam industri tersebut.
c.       Pemahaman atas bisnis mengenai sifat dasar, kondisi, tren ataupun siklus yang berlaku dalam lingkungan bisnis secara umum.
d.      Kemampuan memecahkan masalah dengan memahami hubungan timbal balik dan kemampuan analitis.
Profesi auditor berfungsi sebagai pihak ketiga yang independen dalam memberikan kepastian berupa opini terhadap integritas angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan perusahaan. Ketika auditor menangani perusahaan-perusahaan dalam industri yang sama maka pengetahuan dan pemahaman auditor bertambah dan jauh lebih baik mengenai internal kontrol perusahaan, resiko bisnis, dan resiko audit pada perusahaan tersebut. Dapat dikatakan bahwa auditor spesialis memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai dibanding auditor yang tidak memiliki kemampuan spesialis (Wahyuni dan Fitriany, 2012).

7.      Komite Audit

Komite audit adalah suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota dewan komisaris. Anggota komite audit dapat berasal dari kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman dan kualitas lainnya yang dibutuhkan guna mencapai tujuan komite audit. Komite audit harus bebas dari pengaruh direksi, eksternal auditor dan hanya bertanggung jawab kepada dewan komisaris.
Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) mendefinisikan komite audit sebagai berikut:
”suatu komite yang bekerja secara profesional dan independen yang dibentuk oleh dewan komisaris dan, dengan demikian, tugasnya adalah membantu dan memperkuat fungsi dewan komisaris (atau dewan pengawas) dalam melakukan fungsi pengawasan (oversight) atas proses pelaporan keuangan, manajemen resiko, pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate governance di perusahaan-perusahaan.”

Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (2016), pengertian komite audit adalah:
“komite yang menerima delegasi tugas-tugas dewan komisaris karena pendelegasian wewenang tersebut akan bermanfaat dalam pelaksanaan pekerjaan dewan komisaris secara rinci dengan memusatkan perhatian dewan komisaris kepada bidang khusus perusahaan atau pelaksanaan good corporate governance oleh manajemen”

Komite audit timbul sebagai akibat peran pengawasan dan akuntabilitas dewan komisaris perusahaan pada umumnya belum memadai. Komite audit ini dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan pengelolaan perusahaan serta melaksanakan tugas penting berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan. Anggota komite audit diharuskan memiliki keahlian yang memadai. Komite audit ini memiliki kewenangan dan fasilitas untuk mengakses data perusahaan.


B.     Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu

Berikut tabel 2.1 yang menunjukkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini.
Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu
No.
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Persamaan
Perbedaan
Metode Analisis
1.
Alexander Aji Suseno Wakum, dan I Gede Suparta Wisadha (2014)
Pengaruh Audit Tenure pada Asimetri Informasi dengan Moderasi Komite Audit
Variabel Audit Tenure, Komite Audit, dan Asimetri Informasi
Objek Penelitian, Variabel Pengungkapan Sukarela, Auditor Spesialis
Moderated Regression Analysis (MRA)
Audit tenure memiliki pengaruh negatif pada asimetri informasi, sementara keberadaan komite audit terbukti mampu memperlemah pengaruh negatif audit tenure pada asimetri informasi.
2.
Dariush Bahmani (2014)
The Relation between Disclosure Quality and Information
Variabel Pengungkapan, Asimetri Informasi
Objek Penelitian, Variabel Audit Tenure, Auditor Spesialis, Komite Audit
Multiple Regression Analysis
Pengungkapan informasi keuangan yang terpercaya dan ketepatan waktu penyampaian dapat mengurangi asimetri informasi dalam kualitas laba.
3.
Siska Aprianti, Sri Hartaty, dan Indra Satriawan (2014)
Pengaruh Tata Kelola Perusahaan terhadap
Objek Penelitian, Variabel
Variabel Audit Tenure, Auditor
Regresi Linier Berganda
Tata kelola perusahaan yang terdiri dari komposisi dewan komisaris independen, komite
Bersambung ke halaman selanjutnya
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No.
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Persamaan
Perbedaan
Metode Analisis


Pengungkapan Sukarela Laporan Tahunan
Pengungkapan Sukarela, Proksi Komite Audit dalam Tata Kelola Perusahaan
Spesialis, Asimetri Informasi

audit, dan kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh terhadap pengungkapan sukarela laporan tahunan perusahaan.
4.
Chirapol Chiyachantana, Neeranuch Nuengwang, Nareerat Taechapiroontong, Pakpoon Thanarung (2013)
The Effect of Information Disclosure on Information Asymmetry
Variabel Pengungkapan, Asimetri Informasi
Objek Penelitian, Variabel Audit Tenure, Auditor Spesialis,
Ordinary Least Square  (OLS) Regression, dan Two-stage Least Square (2SLS) Regression
Bukti-bukti mendukung peningkatan gagasan untuk pengungkapan, dimana peningkatan pengungkapan perusahaan dan transparansi mengurangi asimetri informasi antara pemberi dan pengguna informasi.
5.
Erna Wati Indriani (2013)
Faktor-faktor yang mempengaruhi Luas Pengungkapan Sukarela dan Implikasinya terhadap Asimetri Informasi
Variabel Pengungkapan Sukarela, Asimetri Informasi
Objek Penelitian, Variabel Audit Tenure, Auditor Spesialis, Komite Audit
Regresi Linier Berganda, dan Regresi Linier Sederhana
Porsi kepemilikan saham publik berpengaruh positif, likuiditas perusahaan berpengaruh negatif, umur listing dan ukuran KAP tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan sukarela. Sementara luas
Bersambung ke halaman selanjutnya
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No.
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Persamaan
Perbedaan
Metode Analisis






pengungkapan sukarela berpengaruh negatif terhadap asimetri informasi.
6.
Idriis Varici (2013)
The Relationship between Information Asymmetry and the Quality of Audit
Variabel Asimetri Informasi
Objek Penelitian, Variabel Pengungkapan Suakrela, Audit Tenure, Auditor Spesialis, dan Komite Audit
Mann-Whitney U test
Kualitas audit memiliki pengaruh negaitf terhadap asimetri informasi.
7.
Indria Primadita dan Fitriany (2012)
Pengaruh Audit Tenure dan Auditor Spesialis terhadap Asimetri Informasi
Objek Penelitian, Variabel Audit Tenure, Auditor Spesialis, dan Asimetri Informasi
Variabel Pengungkapan Sukarela, Komite Audit
Regresi Linier Berganda
Terdapat hubungan kaudratik antara audit tenure dan asimetri informasi. Sedangkan auditor spesialis berpengaruh negatif pada asimetri informasi.
8.
Faten Hakim dan Mohamed Ali
Quality of the External Auditor,
Variabel Audit Tenure, dan
Objek Penelitian,
Multiple Regression
Audit tenure berpengaruh positif terhadap asimetri
Bersambung ke halaman selanjutnya
Tabel 2.1 (Lanjutan)
No.
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
Persamaan
Perbedaan
Metode Analisis

Omri (2010)
Information Asymmetry, and bid-ask spread
Asimetri Informasi
Variabel Pengungkapan Sukarela, Auditor Spesialis, Komite Audit
analysis
informasi. Nilai bid-ask spread akan bertambah seiring bertambahnya tenure pada klien non-spesialis dan klien non-Big­ 4.
9.
Ali R. Almutairi, Kimberly A. Dunn, dan Terrance Skantz (2009)
Audit Tenure, Auditor Specialization, and Information Asymmetry
Variabel Audit Tenure, Auditor Spesialis, dan Asimetri Informasi
Objek Penelitian, Variabel Pengungkapan Sukarela, dan Komite Audit
Multiple Regression Analysis
Adanya hubungan kuadratik (U-shaped) audit tenure dan asimetri informasi. Selain itu, terjadi penurunan peluang terjadinya private information pada perusahaan yang diaudit oleh auditor spesialis.
10.
Meliana Bernardi, Sutrisno, dan Prihat Asih (2009)
Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengungkapan dan Implikasinya terhadap Asimetri Informasi
Variabel Pengungkapan Sukarela, Asimetri Informasi
Variabel Audit Tenure, Auditor Spesialis, dan Komite Audit
Regresi Linier Berganda, dan Regresi Linier Sederhana
Karakteristik yang berpengaruh positif hanya ukuran perusahaan. Semakin besar luas pengungkapan sukarela maka semakin kecil asimetri informasi.
Sumber: Diolah dari berbagai referensi



C.    Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan dalam gambar 2.1.
 
Gambar 2. 1 Skema Kerangka Pemikiran

D.    Perumusan Hipotesis Variabel

1.      Pengaruh Pengungkapan Sukarela terhadap Asimetri Informasi

Informasi yang tersedia dalam laporan keuangan harus dapat diandalkan dan tidak memiliki kesalahan yang dapat menyebabkan pengambilan keputusan yang salah (Bahmani, 2014). Oleh karena itu, pengungkapan dibutuhkan untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi yang terjadi karena adanya kepentingan manajemen yang berusaha menyembunyikan informasi agar dapat melakukan manipulasi yang menguntungkan (Pradnyani, 2014).
Semakin luas pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan maka semakin kecil asimetri informasi yang terjadi antara perusahaan dan investor (Mardiyah, 2002; Murni, 2004; Benardi, 2009; Indriani, 2013). Hal ini semakin mengungkapkan bahwa pengungkapan sukarela yang dilakukan perusahaan dapat berpengaruh terhadap asimetri informasi.
Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang dibuat dalam penelitian ini adalah:
H1: Pengungkapan Sukarela berpengaruh terhadap Asimetri Informasi

2.      Pengaruh Audit Tenure terhadap Asimetri Informasi

Peraturan Menteri Keuangan No. 17 tahun 2008 menjelaskan mengenai pembatasan audit tenure di Indonesia, sehingga diberlakukan regulasi mengenai rotasi KAP. Dengan adanya regulasi tersebut, KAP melakukan rotasi penugasan dan harus mempersiapkan auditor untuk penugasan ke klien baru. Menurut Agoes (2012), tugas auditor adalah untuk menentukan apakah representasi (asersi) yang tersaji dalam laporan keuangan yang diperiksa betul-betul wajar; maksudnya, untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dengan kriteria yang ditetapkan. Sementara, di awal penugasan dengan objek audit yang baru, KAP tentunya lebih memerlukan waktu terhadap pemahaman objek bisnis kliennya sedangkan jangka waktu penugasan relatif terbatas.
Wakum dan Wisadha (2014) menjelaskan bahwa beberapa perusahaan cenderung memberikan informasi awal mengenai kondisi perusahaan dan hal inilah yang menyebabkan asimetri informasi akan tinggi di awal perikatan audit. Penelitian ini sekaligus memperkuat penelitian Primadita (2012) yang menyatakan awal perikatan audit merupakan waktu yang rentan terjadi asimetri informasi. Sementara Almutairi (2009), serta Hakim dan Omri (2010) menjelaskan bahwa semakin lama perikatan audit maka akan semakin tinggi tingkat asimetri informasi. Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang dapat disusun adalah:
H2: Audit Tenure berpengaruh terhadap Asimetri Informasi

3.      Pengaruh Auditor Spesialis terhadap Asimetri Informasi

Seorang auditor spesialis biasanya lebih sedikit melakukan kesalahan dibandingkan dengan auditor non spesialis. Sehingga auditor spesialisasi industri memiliki pengaruh positif terhadap kinerja seorang auditor.
Boone (2012) dalam Primadita (2012) berpendapat bahwa dengan semakin besar akrual akuntansi yang terjadi dalam sebuah perusahaan maka perusahaan mempunyai agency cost yang besar pula sehingga menyebabkan kebutuhan akan jasa audit yang berkualitas semakin tinggi, untuk mengurangi asimetri informasi yang disebabkan oleh akrual tersebut. Hal ini semakin memperkuat kebutuhan akan auditor spesialis, dimana perusahaan yang melibatkan jasa auditor spesialis secara signifikan lebih rendah manajemen labanya dibandingkan perusahaan yang menggunakan jasa auditor non spesialis (Rusmin, 2010).
Laporan keuangan yang diaudit oleh auditor spesialis akan lebih akurat karena auditor spesialis akan mendeteksinya error, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, sehingga akurasi dari laporan keuangan dapat diandalkan. Primadita (2012) mengungkapkan bahwa auditor spesialis akan lebih dapat mengurangi nilai asimetri informasi dalam laporan keuangan. Penelitian Primadita ini menguatkan hasil penelitian dari Almutairi (2009) yang mengungkapkan bahwa laporan keuangan yang diaudit oleh auditor spesialis akan semakin berkurang asimetri informasinya dikarenakan kualitas audit yang semakin meningkat.
Semakin akurat laporan keuangan maka diindikasikan akan semakin memudahkan para pengguna laporan keuangan untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu, hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
H3: Auditor Spesialis berpengaruh terhadap Asimetri Informasi

4.      Pengaruh Pengungkapan Sukarela terhadap Asimetri Informasi dengan Moderasi Komite Audit

Pengungkapan sukarela memiliki kemampuan untuk dapat mempengaruhi asimetri informasi. Hal ini karena pengungkapan tersebut merupakan bukti penyampaian informasi yang dilakukan oleh manajemen. Namun dalam penyampaian informasi yang dilakukan melalui pengungkapan sukarela tersebut masih terdapat kemungkinan adanya pengungkapan yang tidak berdasar dengan fakta yang ada (Baroko, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Baroko (2007) membuktikan adanya hubungan positif antara komite audit dengan pengungkapan sukarela. Dengan demikian, dapat diindikasikan bahwa komite audit mampu memoderasi pengaruh yang terjadi antara pengungkapan sukarela terhadap asimetri informasi. Oleh karena itu, hipotesis yang diajukan adalah:
H4: Komite Audit mampu memoderasi Hubungan antara Pengungkapan
Sukarela dengan Asimetri Informasi

5.      Pengaruh Audit Tenure terhadap Asimetri Informasi dengan Moderasi Komite Audit

Aspek lain mengenai kecurangan laporan keuangan adalah mengenai mekanisme penerapan good corporate governance dalam perusahaan itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati dan Riyanto (2005) dalam Wulandari (2009) melihat mekanisme corporate governance memiliki fungsi service dan control yang dapat memberikan suatu sinyal kepada para investor bahwa perusahaan telah dikelola sebagaimana mestinya (sinyal positif). Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa rendahnya asimetri informasi antara manajemen dan investor dapat dipengaruhi oleh sinyal positif tersebut.
Penelitian ini menggunakan variabel komite audit untuk mewakili aspek GCG. Wulandari (2009) menjelaskan bahwa dengan adanya asimetri informasi antara agen dan prinsipal dapat menimbulkan sikap oportunitis para manajer. Perusahaan yang memiliki komite audit harus mampu menyediakan informasi yang andal dan akurat serta diarahkan untuk mampu mengurangi tindakan oportunistik manajer (Wakum dan Wisadha, 2014). Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa keberadaan komite audit mampu memoderasi hubungan antara audit tenure dengan asimetri informasi. Maka hipotesis yang diajukan adalah:
H5: Komite Audit mampu memoderasi Hubungan antara Audit Tenure dengan Asimetri Informasi

6.      Pengaruh Auditor Spesialis terhadap Asimetri Informasi dengan Moderasi Komite Audit

Perusahaan yang menggunakan jasa auditor spesialis dalam mengaudit perusahaannya dan didukung oleh komite audit yang menjalankan tugasnya dengan baik, diindikasikan dapat memperkecil terjadinya asimetri informasi. Komite audit yang aktif menjalankan perannya dalam memantau pekerjaan auditor, dapat menegur auditor spesialis jika auditor tidak melakukan audit sesuai dengan perencanaan audit (Fitriany, 2011). Komite audit yang aktif memantau pekerjaan auditor spesialis, dapat mengetahui apakah auditor spesialis melakukan audit sesuai dengan standar yang berlaku.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa komite audit mampu memoderasi hubungan antara auditor spesialis dengan asimetri informasi. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang disusun adalah:
H6: Komite Audit mampu memoderasi Hubungan antara Auditor Spesialis dengan Asimetri Informasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran dan kritik berbeda dengan komentar menjatuhkan. Sikapi dengan bijak