BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka mewujudkan perekonomian yang modern,
banyak perusahaan yang melakukan pemisahtugasan antara pemilik (principal) dan manajemen (agen). Hal ini
menimbulkan konsekuensi berupa pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan
tersebut secara periodik yang umumnya melalui media laporan keuangan oleh
manajer. Sebagai media pertanggungjawaban, laporan keuangan menyediakan
berbagai informasi yang diperlukan sebagai sarana untuk pengambilan keputusan
oleh pihak terkait, baik itu pihak internal ataupun pihak eksternal perusahaan
(Singgih dan Bawono, 2010; Wasilah, 2005).
Konsekuensi yang timbul akibat
pemisahtugasan dengan pembuatan laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban
dari manajemen terhadap pemilik adalah adanya ketidakseimbangan informasi. Ketidakseimbangan
informasi ini muncul karena adanya ketidakseimbangan penguasaan informasi.
Murni (2009) menjelaskan bahwa ketidakseimbangan informasi atau biasa disebut
asimetri informasi ini mengarah pada berbagai tindakan opportunistik manajer,
yang memiliki akses informasi lebih banyak mengenai prospek dan keadaan
perusahaan dibandingkan dengan pemilik perusahaan (pemegang saham).
Asimetri informasi merupakan hal yang harus
dikurangi kemungkinan terjadinya, karena asimetri informasi dapat mengarah
kepada perbuatan yang merugikan perusahaan secara umum. Manajer cenderung akan
menyajikan informasi yang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan jika informasi
yang diminta berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer yang biasanya dapat
terlihat dalam angka perolehan laba dari perusahaan (Chairunnisa, 2014). Hal
ini menimbulkan suatu keharusan bagi pemegang saham untuk mengeliminasi
asimetri informasi. Asimetri informasi menciptakan manfaat ekonomi yang belum
seharusnya diakui oleh pihak manajemen dan pihak internal lainnya, tetapi
asimetri informasi juga turut menghalangi investor untuk mendapatkan beberapa
kemungkinan keuntungan (Varici, 2013).
Tindakan kecurangan yang dilakukan oleh manajer
terkait dengan ketidakseimbangan informasi yang terjadi dengan pemegang saham
semakin dipertegas dengan basis akrual yang dipilih karena lebih rasional dan
adil dalam mencerminkan kondisi keuangan secara riil. Namun penggunaan dasar
akrual dapat memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen dalam memilih metode
selama tidak menyimpang dari aturan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.
Tindakan pemilihan metode yang secara sengaja dipilih untuk tujuan tertentu
disebut tindakan manajemen laba.
Laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen perusahaan memuat beberapa
pengungkapan dalam perusahaan, baik pengungkapan wajib maupun pengungkapan
sukarela. Pengungkapan sukarela merupakan bagian dari pengungkapan nonfinansial
yang diharapkan dapat membantu investor dalam memahami strategi bisnis
perusahaan. Menurut Sidharta dan Istini (2000), pengungkapan informasi
nonfinansial bagi stakeholders sangat
penting karena adanya keterbatasan pengukuran finansial. Informasi pengungkapan
sukarela diharapkan dapat menjelaskan resiko yang mungkin dapat diminimalisir
maupun kemungkinan return yang akan
diperoleh oleh investor. Pengungkapan ini akan memberikan informasi lebih
tentang perusahaan kepada pasar yang mencerminkan nilai perusahaan (Nugrahani
dan Nugroho, 2010). Namun, manajemen akan mengungkapkan informasi secara
sukarela bila manfaat yang diperoleh dari pengungkapan informasi tersebut lebih
besar dari biayanya.
Perusahaan
dituntut untuk melakukan pengungkapan lebih dari pengungkapan yang ditetapkan
dalam bentuk pengungkapan sukarela, salah satunya adalah pengungkapan aktivitas
fundamental yang memberikan keuntungan jangka panjang. Pengungkapan sukarela
bermanfaat untuk menarik perhatian analis dalam meningkatkan akurasi ekspektasi
pasar, menurunkan asimetri informasi pasar, dan menurunkan keterkejutan pasar
(Bahmani, 2014).
Dengan didasarkan pada kebutuhan pemegang saham atas
informasi perusahaan tersebut membuat pihak pemegang saham rela meningkatkan
biaya modalnya untuk meningkatkan kualitas dan transparansi laporan keuangan.
Hal tersebut diimplemetasikan dengan menggunakan jasa audit yang diberikan oleh
Kantor Akuntan Publik (KAP) yang independen. Jasa audit diharapkan mampu
memberikan jaminan keyakinan atas laporan keuangan dan meminimalisir terjadinya
asimetri informasi yang akan merugikan para investor. Penggunaan jasa akuntan
publik dilakukan oleh perusahaan untuk memperkuat transparansi dan kebenaran
laporan keuangan yang sudah diperkuat dengan adanya pengungkapan sukarela yang
telah dilakukan. Penggunaan jasa akuntan publik ini diharapkan mampu mengurangi
ketidakseimbangan informasi yang ada.
Hal tersebut diperkuat dengan Peraturan BAPEPAM
Nomor Kep-431/BL/2012 mengenai keharusan perusahaan go public untuk menyampaikan Laporan Keuangan yang disusun sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan melampirkan laporan keuangan yang
telah diaudit oleh akuntan publik. Selain itu, setiap perusahaan perbankan di
Indonesia memiliki kewajiban tersendiri untuk melaporkan keuangannya seperti
yang tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia No. 14/14/PBI/2012. Tingkat
keandalan informasi inilah yang pada akhirnya akan mempengaruhi keputusan pihak
eksternal yang menggunakan informasi tersebut (Wakum dan Wisadha, 2014).
Suatu pemeriksaan yang dilakukan oleh KAP melalui
auditor yang ditunjuknya, tidak semata hanya menjalankan kewajiban dalam proses
audit terhadap klien, melainkan selama proses pemeriksaan hingga menghasilkan
laporan audit seorang auditor bertanggung jawab terhadap kepentingan pihak lain
yang berkaitan dengan laporan keuangan auditan. Pihak-pihak lain perusahaan,
yang biasanya terdiri atas beberapa pihak seperti: pemilik perusahaan,
karyawan, investor, kreditor, badan pemerintahan, organisasi nirlaba, dan
masyarakat (Simamora, 2000).
Keberadaan KAP menyediakan jasa untuk mengaudit
laporan keuangan yang dilakukan oleh para auditor yakni untuk meyakinkan bahwa
laporan keuangan suatu perusahaan tersebut mempunyai kredibilitas yang berguna
bagi pihak-pihak pemakai laporan keuangan, maka laporan keuangan tersebut harus
diaudit oleh auditor yang independen agar auditor dapat bersikap obyektif dan independen
terhadap informasi yang disajikan (Santriatini, Sinarwati, dan Musmini, 2014).
Meskipun sangat kecil kemungkinan untuk menghapus asimetri informasi secara
menyeluruh, namun kehadiran auditor independen sebagai pihak ketiga dapat
mengurangi asimetri informasi tersebut (Varici, 2013)
Selain melalui
pengungkapan sukarela, asimetri informasi dapat dikurangi dengan adanya audit tenure. Audit tenure adalah masa
perikatan audit antara Kantor Akuntan Publik (KAP) dan klien terkait jasa audit
yang telah disepakati sebelumnya. Tenure
biasanya dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap independensi auditor. Hubungan
yang panjang antara Kantor Akuntan Publik (KAP) dan klien berpotensi untuk
menimbulkan kedekatan antara mereka. Hal tersebut dapat menghalangi independensi
auditor.
Kasus-kasus skandal akuntansi dalam beberapa tahun
belakangan yang melibatkan Kantor Akuntan Publik (KAP) sedikit melunturkan
independensi akuntan publik di mata publik. Kegagalan yang dilakukan oleh
Kantor Akuntan Publik tersebut sangat berkaitan dengan masa perikatan audit
yang lama. Kasus seperti itu terjadi pada Enron, Parmalat, dan kasus-kasus
lainnya (Tabel 1.1) yang membuat pengguna informasi keuangan mengalami
penurunan kepercayaan atas hasil audit.
No.
|
Nama
Perusahaan
|
Tuduhan kasus
skandal independensi kantor akuntan publik (KAP)
|
1.
|
Enron
Co.
|
Keterlibatan
para auditor KAP Arthur Andersen dalam kegiatan internal perusahaan Enron Co.
Dimana komposisi Internal Audit Enron Co berisikan auditor para auditor dan
partner dari KAP Artur Andersen. Andersen sendiri pada tahun 1994 merupakan
auditor internal dari Enron Co (Chicago Tribune)
|
2.
|
Parmalat
|
KAP
Grant Thronton merupakan auditor Parmalat dari tahun 1990-1999 yang merupakan
salah satu second-accounting firms terbesar. Pada tahun 1999, Parmalat
harus mengganti auditor sesuai dengan undang-undang Italia dan kemudian
Parmalat KAP Delloit Touche Tohmatsu. Akan tetapi, KAP Grant Thoronto tetap
melanjutkan audit atas entitas Parmalat di luar Italia.
|
3.
|
Tesco
|
Hubungan
yang cukup lama terjalin antara Tesco dan auditornya (PwC) lebih dari 31
tahun. Selain mengaudit Tesco, PwC juga menjadi auditor Sainsbury’s selama 20
tahun yang merupakan saingan dari Tesco. Dalam hal ini PwC tersandung kasus fraud yang ditemukan oleh KAP Delloit
saat melakukan audit Investigasi “Area of Focus” yang menjadi penjelasan
singkat PwC dalam Laporan Audit Independen (LAI) untuk tahun 2014 yang
membuktikan bahwa laporan keuangan Tesco mengalami salah saji material
sebesar £250 juta selama diaudit oleh PwC.
|
4.
|
Herbalife
Ltd. Dan Skechers
|
Terlibatnya mantan partner KAP
KPMG yang dengan melakukan perdagangan surat berharga berdasarkan informasi
“orang dalam”. Scott memberikan informasi surat berharga dari dua klien KPMG
tersebut untuk membantu temannya yang sedang kesulitan dalam usaha permata
|
Sumber:
Theodorrus M. Tuanakota 2015
Pada kasus Enron Co, KAP
Arthur Andersen dinilai tidak dapat menjaga independensinya sebagai
akuntan publik, hal ini dikarenakan selain sebagai auditor Enron, KAP Arthur
Andersen juga terlibat dalam memberikan jasa kepada akuntansi bahkan sebagai
audit internal Enron Co. Penyebab utama dalam kasus ini adalah tenure yang
terjalin selama 16 tahun cukup lamanya antara Enron dan Andersen, sehingga
kedekatan secara internal diantara kedua pihak munculah skandal tersebut.
Karena perbuatan mereka ini Enron Co. mengalami kebangkrutan dalam bisnisnya
dan meninggalkan utang milyaran dolar. Sedangkan KAP Arthur Andersen kehilangan
independensi dan kepercayaan dari masyarakat.
Skandal Enron dengan KAP Arthur Andersen merupakan
kasus yang mencoreng dunia bisnis, khususnya bagi dunia akuntan publik.
Berlakunya kewajiban pergantian atau rotasi KAP merupakan jawaban Sarbanex-Oxley Act 2002 terhadap skandal
accounting dan gagal audit (audit failure) the Big Five yang masif
di penghujung abad ke-20 (Tuanakotta, 2015). Kebijakan regulasi yang diambil
oleh Sarbanex-Oxley Act atas kasus
Enron Co. menjadikan tolak ukur bagi setiap negara agar kasus yang sama tidak
terulang lagi di negaranya masing-masing serta diharapkan mampu memperkuat
independensi auditor dan mengurangi kejadian pelanggaran audit.
Dampak dari SOX juga terjadi di Indonesia, yaitu
dengan dirubahnya KMK Nomor 359/KMK.06/2003 menjadi PMK Nomor 17/PMK.01/2008
yang di dalamnya terdapat peraturan mengenai audit tenure. Peraturan
tersebut menyatakan bahwa pembatasan tenure
bagi kantor akuntan publik (KAP) adalah selama enam tahun buku
berturut-turut dan masa tunggu dua tahun. Pemberlakuan kebijakan tersebut
menyebabkan KAP harus mempersiapkan auditor mereka untuk penugasan pada klien
yang baru, sehingga kondisi tersebut berdampak pada tingginya biaya start-up
(Carcello dan Nagy, 2004 dalam Wakum dan Wisadha, 2014).
Klien cenderung akan memberikan informasi awal
mengenai kondisi perusahaan di awal perikatan audit. Hal ini sebagai dampak
dari dibatasinya audit tenure. Asimetri informasi menjadi rentan terjadi
dalam masa awal perikatan audit tersebut karena dalam periode tersebut auditor
harus mampu menyelesaikan tugas auditnya, sementara ada kemungkinan bahwa
auditor belum mengetahui informasi dan prospek perusahaan klien. Namun dalam
perikatan audit di tahun-tahun berikutnya, auditor dinilai mampu mengurangi
asimetri informasi karena auditor telah memahami informasi yang dibutuhkan
untuk menilai bisnis klien (Wakum dan Wisadha, 2014). Hasil penelitian yang
dilakukan Primadita (2012) didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wakum
dan Wisadha (2014) yang menyatakan bahwa semakin pendek audit tenure, maka
semakin tingginya efek asimetri informasi yang ditimbulkan. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Almutairi (2009) yang diperkuat kembali oleh
Hakim dan Omri (2010) yang menyatakan bahwa audit tenure berpengaruh
positif terhadap asimetri informasi.
Rotasi audit tidak hanya bermanfaat sebagai solusi
dalam mengatasi masalah independensi auditor akibat hubungan tenure yang
panjang tetapi juga bermanfaat untuk meningkatkan pengalaman auditor.
Pengalaman auditor dapat meningkatkan pemahaman auditor mengenai kondisi
perusahaan seperti internal kontrol, resiko bisnis dan resiko audit perusahaan
pada suatu jenis industri yang diaudit karena rotasi audit membuka kesempatan
bagi auditor untuk mengembangkan kompetensi dan pengetahuannya dalam menangani
klien pada jenis industri yang sama.
Auditor dikatakan berpredikat spesialis dikarenakan
auditor telah memiliki banyak pengalaman melakukan audit dan terkonsentrasi
pada suatu jenis industri tertentu (Habib dan Bhuiyan, 2011). Strategi spesialisasi
industri yang dilakukan auditor ini dapat meningkatkan pengetahuan spesifik
pada industri tertentu dengan lebih komprehensif sehingga dapat mengurangi
asimetri secara lebih baik.
Aspek lain terkait dengan skandal keuangan yang
terjadi ialah penerapan good corporate governance. Asimetri informasi
yang timbul diduga terjadi karena lemahnya penerapan good corporate
governance dalam perusahaan. Salah satu aspek good corporate governance yang
masih sering menjadi perdebatan di berbagai kalangan ialah keberadaan komite
audit. Terungkapnya skandal manipulasi keuangan perusahaan terkemuka telah
membuka pertanyaan lebih jauh mengenai efektivitas komite audit dalam
menjalankan tugasnya. (Wakum et al., 2014).
Tugas komite audit berkaitan dengan kualitas laporan
keuangan, karena peran utama komite audit adalah membantu Dewan Komisaris dalam
hal pengawasan laporan keuangan oleh manajemen. Dengan demikian, komite audit
memegang peranan sangat penting dalam mekanisme pengendalian internal
perusahaan. Perusahaan yang memiliki komite audit harus mampu menyediakan
informasi yang andal dan akurat serta diarahkan untuk mampu mengurangi tindakan
oportunistik manajer. Evi dan Dhinar (2009) dalam penelitiannya mengungkapkan
bahwa keberadaan komite audit independen tidak berpengaruh pada penurunan
asimetri informasi di sekitar pengumuman laba.
Namun, pandangan lain menyebutkan bahwa komite audit
yang menjadi bagian dalam good corporate governance terbukti mampu
mengurangi efek asimetri informasi seperti yang telah terbukti oleh penelitian
Kanagaretman (2007) dan Elbadry (2013). Nuratama (2011) memasukkan unsur komite
audit sebagai variabel moderasi antara audit tenure dengan kualitas
audit. Sementara Wakum (2014) memasukkan unsur komite audit sebagai variabel
moderasi antara audit tenure dan asimetri informasi dengan hasil yaitu
komite audit mempunyai kemampuan memperlemah pengaruh negatif audit tenure
terhadap asimetri informasi. Adanya perbedaan hasil penelitian tersebut
menyebabkan perlunya dicari telaah lain terkait dengan keberadaan komite audit
dalam hubungannya dengan audit tenure serta asimetri informasi.
Penelitian ini memiliki beberapa perbedaan
penelitian dengan penelitian terdahulu. Penelitian ini merupakan penelitian
yang menggunakan gabungan variabel-variabel dari penelitian terdahulu yaitu
penelitian Wakum dan Wisadha (2014) yang menggunakan variabel audit tenure, komite audit dan asimetri
informasi, penelitian Primadita (2012) yang menggunakan variabel audit tenure, auditor spesialis dan
asimetri informasi serta penelitian Bahmani (2014) yang menggunakan variabel
pengungkapan dan asimetri informasi. Sedangkan objek penelitian ini sama dengan
penelitian Wakum (2014) yaitu perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Alasan perusahaan perbankan dipilih dalam penelitian ini
adalah perusahaan perbankan memiliki kewajiban yang lebih kuat dalam melaporkan
laporan keuangan yang sesuai standar dan telah diaudit karena tertera dalam
Peraturan BAPEPAM Nomor Kep-431/BL/2012 dan Peraturan Bank Indonesia No.
14/14/PBI/2012.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian dilakukan
untuk menguji kembali variabel-variabel penelitian karena masih ditemukan
ketidakkonsistenan antara beberapa hasil penelitan sebelumnya, serta penelitian
dengan variabel terkait masih jarang ditemui di Indonesia. Berdasarkan hal
tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pengungkapan Sukarela, Audit Tenure dan Auditor Spesialis
terhadap Asimetri Informasi dengan Komite Audit sebagai Variabel Moderasi”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka rumusan permasalahan yang hendak diteliti dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah
pengungkapan sukarela berpengaruh terhadap asimetri informasi?
2.
Apakah audit tenure berpengaruh terhadap
asimetri informasi?
3.
Apakah auditor
spesialis berpengaruh terhadap asimetri informasi?
4.
Apakah komite
audit memoderasi pengaruh pengungkapan sukarela terhadap asimetri informasi?
5.
Apakah komite
audit memoderasi pengaruh audit tenure terhadap asimetri informasi?
6.
Apakah komite
audit memoderasi pengaruh auditor spesialis terhadap asimetri informasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut:
a. Untuk
mengetahui pengaruh pengungkapan sukarela terhadap asimetri informasi pada
suatu perusahaan.
b. Untuk
mengetahui pengaruh audit tenure terhadap
asimetri informasi pada suatu
perusahaan.
c. Untuk
mengetahui pengaruh auditor spesialis terhadap asimetri informasi pada suatu perusahaan.
d. Untuk
mengetahui moderasi komite audit terhadap pengaruh pengungkapan sukarela
terhadap asimetri informasi pada suatu perusahaan.
e. Untuk
mengetahui moderasi komite audit terhadap pengaruh audit tenure terhadap asimetri informasi pada suatu perusahaan
f. Untuk
mengetahui moderasi komite audit terhadap pengaruh auditor spesialis terhadap
asimetri informasi pada suatu perusahaan.
2.
Manfaat
Penelitian
a. Kontribusi
Teoritis
1) Memberikan
pengetahuan tambahan secara lebih luas tentang ilmu pengauditan, secara khusus
terkait wawasan tentang asimetri informasi.
2) Mahasiswa
Jurusan Akuntansi, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi penelitian
selanjutnya.
b. Kontribusi
Praktis
1) Memberikan
informasi kepada perusahaan untuk melihat fenomena asimetri informasi di dalam
sebuah unit perusahaan.
2) Memberikan
informasi kepada pemegang saham cara untuk mengurangi asimetri informasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saran dan kritik berbeda dengan komentar menjatuhkan. Sikapi dengan bijak